Di Balik Insiden Monas 1 Juni 2008
5 Jun 08 21:55 WIB
Oleh Ihsan Tandjung
Apa kaitan antara Insiden Monas 1 Juni 2008 dengan Penetrasi Ideologi? Apa kaitan antara FPI, AKKBB, Ahmadiyah, Pemerintah SBY-YK, Negara Amerika Serikat dengan Penetrasi Ideologi?
Di balik Insiden Monas tersebut terdapat cukup banyak perkara yang bisa kita inter-relate satu sama lain. Siapa sesungguhnya yang memperoleh ”keuntungan” dari terjadinya peristiwa yang konon semakin merusak citra negara Indonesia di mata dunia?
Seperti kita ketahui bahwa hari-hari menjelang Insiden Monas adalah hari-hari di mana kota-kota besar di Indonesia diwarnai oleh maraknya demo mahasiswa dan aneka elemen masyarakat menolak kebijakan kenaikan harga BBM. Saking maraknya demo-demo tersebut sehingga fihak inteligen mulai menuduh adanya ”grand design” di balik itu semua. Sudah barang tentu pemerintahan SBY-YK menjadi kewalahan menghadapinya. Apalagi suasana menjadi lebih ”memojokkan” pemerintah manakala disinyalir terjadi unsur pelanggaran berat HAM oleh aparat ketika menangani kasus demo anti kenaikan harga BBM di kampus Unas, Jakarta.
Belum lagi selesai menanggulangi demo-demo yang terjadi, tahu-tahu muncul sebuah iklan separuh halaman sebuah harian nasional di mana seorang mantan jenderal ternama ”menyoal” kejujuran presiden SBY. Mantan jenderal yang berambisi menjadi calon presiden RI tahun 2009 itu menyebut-nyebut dalam iklan kampanyenya bahwa preisden SBY hendaknya mengurungkan rencana menelorkan kebijakan kenaikan harga BBM. Sebab hal itu menurut beliau hanya akan kian menyengsarakan rakyat kebanyakan yang memang sudah hidup dalam kesengsaraan. Lalu lebih jauh iklan tersebut mengingatkan presiden SBY agar tidak mengingkari janjinya sewaktu kampanye menjelang Pilpres 2004 bahwa jika dirinya terpilih menjadi presiden RI maka ia tidak akan menaikkan harga BBM.
Sungguh ironis...! Sebuah negeri dengan kekayaan alam luar biasa termasuk minyak bumi dan gas alam, namun rakyatnya harus menderita kesulitan membeli bensin yang harganya melangit melampaui batas kesanggupan daya belinya. Ada apa sebenarnya?
Belum lagi kita mampu memahami semua yang terjadi tiba-tiba terdengar kabar bahwa alasan sebenarnya dari kenaikan harga BBM (baca: mencabut subsidi BBM untuk rakyat) bukanlah dalam rangka mengamankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN RI). Semua gonjang-ganjing BBM disinyalir terkait dengan upaya liberalisasi sektor migas di negeri ini. Sebagaimana di katakan oleh Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada Drs. Revrisond Baswir, M.B.A: ”Isunya hanya dengan melepas harga BBM ke pasar, hanya dengan cara itu SPBU-SPBU asing itu mau beroperasi di sini. Kalau harga bersubsidi, bagaimana SPBU asing bisa beroperasi dan bersaing dengan Pertamina, ini masalahnya. Masalahnya soal menangkap peluang investasi. Ada perusahaan asing ingin membuka SPBU asing, berarti SPBU asing ini mau melakukan investasi, tetapi SPBU asing hanya bisa jualan BBM, kalau BBM-nya sesuai dengan harga pasar. Jadi masalah ini saja, soal pasar. Pengakhiran monopoli Pertamina, pembukaan peluang bagi asing untuk berbisnis eceran BBM, dan seterusnya.”
Lalu apa kaitannya dengan Penetrasi Ideologi? Masih menurut Revrisond Baswir: ”Dan itu terbukti di MK, jadi yang melanggar konstitusi bukan hanya pemerintah, tapi juga DPR. Inilah yang menjadi problem sekarang, jadi secara politik masalah ini sangat kompleks, karena belum ada aturan, bagaimana apabila pelanggaran konstitusi dilakukan Presiden dan DPR. Nah ini tidak ada UU-nya, saya sudah menanyakan hal ini kepada hakim agung, celakanya pelanggaran konstitusi ini tidak hanya sekali. UU Listrik batal demi hukum, karena melanggar konstitusi, UU Migas pasal mengenai harga pasar batal karena melanggar konstitusi, UU Penanaman Modal pasal mengenai Hak Guna Usaha karena melanggar konstitusi, UU APBN tiga tahun berturut-turut melanggar konstitusi, ini masalah kita.”
Berarti, apa yang kita alami dengan kasus kenaikan harga BBM adalah realitas bahwa rakyat negeri Indonesia ternyata dipimpin oleh pemerintahan dan diwakili oleh parlemen yang jauh dari sifat amanah. Mereka berkolaborasi dalam mengkhianati konstitusi yang katanya mereka junjung tinggi. Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « من أخون الخيانة
[ تجارة ] الوالي في رعيته » (مسند الشاميين للطبراني )
”Khianat paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan rakyatnya.” (HR-Thabrani)
Seperti kita ketahui juga bahwa hari-hari menjelang Insiden Monas adalah hari-hari di mana Ummat Islam di Indonesia sedang menanti keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) pemerintah mengenai Ahmadiyah. Sebuah SKB yang diharapkan dapat memastikan positioning Ahmadiyah sebagai sebuah entitas yang di luar Islam karena tidak mau tunduk kepada pakem aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Ahmadiyah meyakini adanya Nabi sesudah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dan adanya kitab suci di samping Al-Qur’anul Karim. Pemerintah sangat lamban mengeluarkan SKB tersebut sehingga memunculkan keraguan berbagai komponen Ummat Islam akan kesungguhan pemerintah untuk menangani kasus yang jelas-jelas menodai ajaran Ummat Islam yang mayoritas di negeri ini.
Alih-alih mengeluarkan SKB yang bakal menenteramkan kehidupan beragama Ummat Islam, malah penundaannya semakin memberi angin bagi kalangan liberalis-sekularis yang tidak pernah mau sungguh-sungguh beriman dan berIslam mengikuti pakem aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Maka dengan munculnya kasus kekerasan Monas 1 Juni, para konspirator di belakang layar berharap semua isyu penting yang sedang berkembang akan tenggelam. Masyarakat tidak memperhatikan lagi soal kenaikan harga BBM. Apalagi sampai bisa tersadarkan bahwa masalah ini sesungguhnya merupakan pengkhianatan amanah yang dilakukan secara ’amal jama’iy/kolaboratif antara lembaga tinggi negara eksekutif/pemerintah SBY-YK dan legislatif/DPR. Rakyat terpaksa ”menerima” harga baru BBM sambil tidak bisa berharap gerakan mahasiswa dapat memberikan efek apapun kepada pemerintahan SBY-YK untuk membatalkan pemberlakuan harga baru BBM.
Begitu pula halnya dengan isyu Ahmadiyah sebagai sebuah gerakan yang sesat dan menyesatkan menjadi tenggelam dengan kasus bentrokan FPI dengan AKKBB. Bahkan perkembangan terakhir justru isyu yang di-blow-up media adalah wacana pembubaran FPI. Tidak kurang Kedubes Amerika Serikat turut ikut campur mengusulkan pembubaran ormas Islam tersebut. Hampir semua analisa mengarah kepada menyalahkan fihak FPI semata sebagai biang kekacauan. Hampir tidak ada samasekali yang menyoal AKKBB.
Padahal menurut sumber-sumber di kepolisian Polda Metro Jaya, AKKBB menyatakan akan berdemo di Bundaran HI dan tidak ke Monas. Polisi juga melarang massa AKKBB untuk longmarch ke Monas karena di Monas sendiri sudah banyak acara aksi yang sama pada hari itu. Antara lain acara peringatan Hari Pancasila yang diikuti ribuan anggota dan simpatisan PDIP dan juga aksi demo anti kenaikan BBM yang dilakukan berbagai elemen umat Islam. Namun entah kenapa, aksi AKKBB yang membawa-bawa anak kecil dan orangtua, bahkan banyak yang merupakan pendemo bayaran (dibayar Rp25 ribu per orang), dilanjutkan dengan aksi jalan ke Monas dan sengaja menuju lokasi di mana elemen umat Islam sedang melakukan aksi unjuk rasa. Polisi sudah mencegahnya tetapi para kordinator lapangan aksi AKKBB ngotot untuk mendekat ke lokasi yang menurut polisi bisa menimbulkan insiden. Tiba di lokasi, sejumlah massa AKKBB membentangkan poster dan spanduk yang nadanya memprovokasi elemen umat Islam. Ada spanduk besar bertuliskan “Tolak SKB Ahmadiyah!”, padahal menurut klaim AKKBB hari itu mereka ‘hanya’ memperingati Hari Lahir Pancasila. Jelas ini provokasi.
Maka, kita dapat menyimpilkan bahwa benarlah saat ini kita sedang hidup dalam the darkest ages of the Islamic Era, yakni di bawah kepemimpinan Raja-raja yang memaksakan kehendak (mulkan jabbriyyan). Insiden Monas merupakan salah satu gambaran pertarungan abadi antara al-haq melawan al-batil. Antara fihak yang beriman menghadapi kalangan sekularis-liberalis-materialis berkolaborasinya kaum kuffar dengan al-munafiqun. Sebagian ummat Islam boleh jadi tidak cocok dengan gaya dan cara-cara berjuang FPI. Tapi tentulah mu’min manapun tidak akan mau berkolaborasi dengan fihak yang semata mengedepankan kepentingan duniawi, baik kekuasaan, harta maupun pengaruh. Betapapun tidak sependapatnya seorang muslim dengan FPI, tapi tentunya ia tidak akan membiarkan dirinya terbeli oleh kalangan liberalis-sekularis-materialis yang telah merelakan diri menjadi agen bagi kekuatan global jaringan yahudi-zionis termasuk turunannya, yakni Amerika Serikat, yang merepresentasikan diri sebagai Sistem Dajjal.
Sungguh zaman yang kita hadapi dewasa ini penuh fitnah. Hal ini terasa sedemikian rupa sehingga segenap pemberitaan mediapun sepertinya hanya berfihak kepada kepentingan selain gerakan Islam. Kepada FPI khususnya dan ummat Islam pada umumnya kita ingatkan pesan Allah subhaanahu wa ta’aala:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS 29:2-3)
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ
مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS 2:214)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar